Sidang Ditunda, Kuasa Hukum Sebut Jaksa Lalai dan Kasus Sarat Kejanggalan

Hallokampar.com – Sidang terdakwa Burhan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, Selasa 24 Desember 2024 ditunda oleh Majelis Hakim. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Soni Nugraha, SH, MH, bersama dua hakim anggota, memutuskan untuk menjadwal ulang persidangan pada 8 Januari 2024 mendatang akibat ketidakhadiran saksi yang seharusnya dihadirkan pihak jaksa.

 

Saat dikonfirmasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zhafira Syarafina, SH, enggan memberikan penjelasan terkait ketidakhadiran saksi. Respons bungkam dari pihak kejaksaan ini memunculkan pertanyaan besar, mengingat kasus ini sebelumnya telah dinyatakan lengkap oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Riau.

 

Dalam perkara ini, Burhan diduga melanggar hukum terkait dugaan perambahan hutan berdasarkan berkas perkara No. BP/54/VIII/2024 Ditreskrimsus tanggal 27 Agustus 2024. Penahanan Burhan didasarkan pada surat perintah Kejaksaan Negeri Kampar dengan alasan kuat bahwa terdakwa berpotensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Namun, hingga sidang pertama digelar, saksi kunci yang disebut sebagai dasar pembuktian justru tidak hadir.

 

Tim kuasa hukum terdakwa, dalam keterangannya, menyebut kasus ini penuh kejanggalan. Menurut mereka, penundaan sidang akibat absennya saksi menjadi bukti kelalaian dari pihak kejaksaan.

 

“Secara hukum, memang saksi boleh tidak hadir pada sidang pertama, tetapi idealnya ini tanggung jawab jaksa untuk memastikan saksi hadir tepat waktu. Keadilan seharusnya tidak ditunda-tunda, apalagi kasus ini menyangkut rakyat kecil seperti Burhan,” ungkap salah satu kuasa hukum terdakwa.

 

Mereka menilai, kasus ini tidak tepat jika Burhan disebut sebagai perambah hutan. Sebab, berdasarkan fakta yang dihimpun, Burhan hanya bekerja sebagai buruh dengan upah harian. Lahan yang dikelola Burhan pun disebut memiliki dokumen resmi berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang diterbitkan kepala desa dan camat, yang seharusnya menjadi bukti kuat bahwa lahan tersebut bukan kawasan hutan.

 

“Jika itu benar kawasan hutan, mengapa ada SKGR yang dikeluarkan oleh institusi resmi? Apalagi, di lokasi tersebut tidak ada plang yang menyatakan bahwa itu kawasan hutan. Sosialisasi kepada masyarakat juga nihil,” tambahnya.

 

Kuasa hukum juga menyoroti bahwa pihak-pihak yang lebih bertanggung jawab dalam kasus ini, seperti pemilik lahan pertama dan kedua, justru tidak pernah diperiksa oleh pihak kepolisian.

 

“Burhan ini hanya buruh kecil. Ironisnya, para pemilik lahan yang jelas-jelas terdata dengan status legal tidak pernah tersentuh hukum. Ini bukti bahwa ada ketidakadilan dan penyidikan yang tidak menyeluruh. Kita berharap semuanya akan terungkap di persidangan,” tegas kuasa hukum.

 

Tim kuasa hukum berharap agar jaksa dapat menghadirkan saksi kunci pada sidang berikutnya demi membuktikan dakwaan terhadap terdakwa. Mereka juga memastikan akan menghadirkan saksi yang dapat meringankan posisi Burhan.

 

“Kami mendukung penegakan hukum, tetapi harus dilakukan secara adil dan profesional. Jangan sampai rakyat kecil seperti Burhan menjadi korban dari amburadulnya proses hukum. Kami akan terus berjuang untuk mengungkap fakta sebenarnya,” tutup kuasa hukum.

 

Penundaan ini menjadi tamparan bagi pihak kejaksaan yang dianggap lalai menjalankan tanggung jawabnya. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan besar mengenai perlindungan hukum bagi masyarakat kecil yang sering kali menjadi korban ketidakadilan. Semua pihak kini menantikan sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 8 Januari 2024, untuk mengungkap fakta sebenarnya di balik tuduhan terhadap Burhan. ***